Biografi Soekarno
sudah sewajarnya kita ketahui karena Dr.Ir. Soekarno adalah Bapak
Proklamator, Presiden dan Salah satu tokoh paling penting Dalam
terwujudnya Kemerdekaan Negara Kita Yang seutuhnya
Pesan Sponsor:
____________________________________________
Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno
Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 –
meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden
Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan
peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda. Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama
kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia
sendiri yang menamainya Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17
Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang
kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas
Besar Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.
Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang
duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun
1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden
pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan mengangkat Soeharto
sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh
orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima
tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut
diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu
Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf
"a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno
diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut
menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[. Ia tetap menggunakan
nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah
tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah
Bung Karno.
Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed
Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung
ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil
Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat
di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki
nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed
di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia,
seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan
ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama
Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal
Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk
mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara
Arab.
Kehidupan
Masa kecil dan remaja
Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu
ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah
Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan
bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama
Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal
bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke
Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di
Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School,
sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno
dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya
diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno
telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS
di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan
seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.
Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan
kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para
pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu,
seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.
Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo
yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi
tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.
Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia"
yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool
te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik
sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah,
tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun
1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei
1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia
diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay
selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting
peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang
Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu
ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus
Ondang.
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan
anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia
berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr.
Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National
Indische Partij.
Sebagai arsitek
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai
arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di
Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun
1926.
Pekerjaan dan Karya di Bidang Arsitektur
Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir.
Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama
Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan
lainnya.
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.
Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang
dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara
maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara
Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat
cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara
holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka
Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait
beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu,
namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai
pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh
Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek
seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek
junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat
melalui sayembara
Masjid Istiqlal 1951
Monumen Nasional 1960
Gedung Conefo
Gedung Sarinah
Wisma Nusantara
Hotel Indonesia 1962
Tugu Selamat Datang
Monumen Pembebasan Irian Barat
Patung Dirgantara
Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan
sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide
arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk
melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah
Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara
besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi
umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat
untuk melakukan tawaf Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957
Kiprah politik
Masa pergerakan nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung
yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr.
Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia
yang didirikan pada tahun 1927.[11] Aktivitas Soekarno di PNI
menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929 dan dipenjara
di Penjara Banceuy, pada tahun 1930 dipindahkan ke Sukamiskin dan
memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi),
hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia
(Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap
pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno
hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap
membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru
Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Berkas:Famsukarno fatma.jpg
Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat
tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk
"mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A
dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan
sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad
Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga
lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai
organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI
dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H.
Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif.
Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah
pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula
yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir
Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan
teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita
bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta
mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya
adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat
dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh
Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke
Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar
memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia
tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan
Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu
dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia
diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia
Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi
kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang
membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara
lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil
yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari
sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan
Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah
Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan
Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama
pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang
membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para
pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman
kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan
Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan
alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang
berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan
Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu
bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini
merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi
Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan
Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan
darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan
bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir
Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia
secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno.
Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun
akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng
Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di
Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno
akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke
Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden
selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single
executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah
menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai
Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala
Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No
X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik.
Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih
demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan,
kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam
menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II
yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan
sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin
Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi
dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin
Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan
sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Soekarno dan Josip Broz Tito
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai
Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai
perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan
kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun
karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke
negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah
menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.
Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali
kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah
presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah
dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.